:”Ini bukan tentang siapa-siapa, ini
tentang banyak aku, sedikit kamu, dan mereka.”
“Katanya, hidup itu seperti
laut yang selalu betemu pasang surut”
Hidup
memang tak pernah ada yang mudah. Tuhan pun sudah mengatur pada setiap garis
tangan manusia. Siapa yang bertahan dalam setiap kebaikan, maka ia akan
mendapatkan balasan kebaikan. Begitu pula sebaliknya, siapa yang menanam
keburukan maka ia akan menuai buah yang buruk pula.
Tapi,
hakikat seorang manusia pasti tak luput dari rasa bosan dan sebuah pemberontakan
terhadap peraturan, bahkan terhadap hati kecilnya sendiri. Karena rasa bosan
itulah, kita lebih senang berpura-pura, menjadi munafik karena sebuah alasan
tak ingin di anggap remeh orang lain. Sampai-sampai tak sadar, jika kita tak
pernah menjadi diri sendiri.
Jiwa
yang sudah terpengaruh dengan omongan orang yang sebenarnya tak perlu
didengarkan, menjadikan kita selalu terbebani dengan pikiran-pikiran berat yang
sebenarnya tak perlu dipikirkan. Maka satu-satunya balas dendam terbaik adalah sebuah
pembuktian. Namun terkadang untuk mewujudkan semua yang diinginkan tak jarang
kita menghalalkan segala cara dan tak peduli jika sebenarnya kita telah keluar
jalur melanggar peraturan Tuhan. Lantas apakah Tuhan masih akan melihat kita
ketika kita sama sekali tak merasa jika sudah berkhianat?. Jelas, dosa ada di
setiap diri kita. Seperti kertas putih yang perlahan hitam karena noktah-noktah
dari setiap apa yang kita lakukan.
Hidup
selalu berputar. Dan kita pun senantiasa bermetamorfosa. Aku, kamu, kita.
Semua, pasti pernah mengalami kegagalan, kesalahan, dan bahkan keterpurukan.
Berkali-kali gagal itu biasa. Tapi, berkali-kali bangkit itu baru luar biasa.
Penyesalan itu sudah pasti. Tapi, memaafkan diri sendiri adalah kunci menemukan
jalan yang jauh lebih baik dari yang sudah pernah kita lewati. Dan kebahagiaan
telah menanti di ujung untuk kita raih.
“Katanya, cinta itu seperti
pasir yang jika digenggam semakin mangkir”
Cinta?
Biar
saja para ahli filsafat sok tahu yang memikirkan maknanya sampai
berdarah-darah. Haruskah selalu ada alasan di setiap kata cinta?. Buatku cinta
adalah satu. Cinta, ya itulah maknanya.
Cinta
adalah soal hati. Bukan dilihat dari apa yang kau punya, atau apapun yang telah
kau dapatkan. Sekali lagi ku tegaskan, cinta itu dari hati. Jika kau mengatakan
mencintaiku karena kau punya segalanya, maka kau belum paham dan belum mengerti
bagaimana jika hatiku mencinta. Jangan buru-buru. Belajarlah dulu untuk
memahamiku, maka kau akan tahu apa itu cinta. Tentu saja, cinta seperti yang
kuharapkan. Tanpa pemanis buatan ataupun asam sitrat sebagai penambah rasa.
Alami dan apa adanya.
“Katanya, pelabuhan itu
seperti pantai; tempat pertemuan laut dan pasir”
Ada
yang bilang: jika cinta ditolak, lalu kemana hati kan berlabuh?. Tak dapat
dipungkiri, jika seseoreang memang terkadang khawatir tak mendapatkan cinta
sejati. Padahal, sebenarnya yang harus direfleksi kembali adalah diri sendiri.
Apakah kamu sudah mengerti mengapa sebuah penolakan harus terjadi?.
Memahami,
itulah kuncinya!. Mencoba memahami saja bahkan belum cukup. Sekali lagi aku
bilang, seorang wanita adalah seorang yang selalu ingin di dengar bukan hanya
menjadi pendengar. Karena dia tercipta dari tulang rusuk yang bengkok. Jika
dipaksa lurus dia akan patah, tetapi jika dibiarkan bengkok dia akan rapuh.
Inilah bagaimana telinga harus memaksimalkan fungsinya untuk mendengar. Dengan
mendengar kamu akan tahu apa yang harus kamu lakukan untuk dapat sampai ke
hatinya.
Perlahan
tapi pasti. Kebanyakan dari wanita adalah realistis. Karena membentuk sebuah
komitmen itu tidak main-main. Harus bisa dipertahankan untuk jenjang waktu
lama. Maka ibarat bangunan rumah, pondasinya harus kokoh dan kuat agar tidak
mudah goyah jika terkena badai.
Dan
sampai saat ini, hatiku adalah sebuah pelabuhan yang masih tetap menunggu
perahu datang untuk menjemputku dengan cinta sejati dan alami.
0 komentar:
Posting Komentar